27 Desember 2007

Ubuntu 8.04 alpha 1 dan alpha 2

Komunitas Ubuntu kembali merilis platform software seri terbaru. Perangkat lunak yang diberi nama Ubuntu 8.04 alpha 1 dan alpha 2 itu memiliki kode nama Hardy Heron.

Platform seri terbaru tersebut adalah seri kelima yang tergolong LTS (long term support). Sistem LTS itu menandakan bahwa karya tersebut mampu bertahan hingga 3 hingga 5 tahun.

Sistem LTS kali pertama diaplikasikan pada Ubuntu seri 6.06 yang telah dirilis pada 2006. Selanjutnya, diaplikasikan pula pada versi-versi terbarunya, 6.10, 7.04 dan yang terakhir dirilis Oktober 2007, yaitu 7.10 atau dikenal dengan nama Gutsy Gibbon.

Di seri Hardy Heron, Ubuntu akan memanjakan pengguna dengan memberikan kualitas gambar yang memuaskan. Fasilitas Pulseaudio juga diberikan dengan penambahan fitur volume control yang lebih lengkap.

Cara penginstalannya juga tidak terlalu rumit. Ubuntu versi Hardy Heron tersebut memiliki kesamaan cara dalam penginstalan bak Kubuntu, Edubuntu, Gobuntu, UbuntuJeOS, dan UbuntuStudio. Ubuntu versi LTS untuk desktop dan server juga support dengan PC Intel x86 dan AMD64. Untuk server edition, alangkah baiknya spek minimum pada PC kita adalah Pentium berfrekuensi 75MHz dengan RAM minimum 32MB.

Jika ingin hasilnya lebih optimal, sebaiknya PC memiliki spesifikasi 300 MHz x86 processor, 64 MB of RAM, 500MB of disk space, VGA graphics card capable of 640×480 resolution, dan CD-ROM drive. (dey/bs)

Sumber : Jawa Pos dotcom

11 Desember 2007

TDAS dan SOYUS - Teknologi Canggih Karya Anak Bangsa Indonesia

Oleh René L Pattiradjawane

Kemampuan anak bangsa Indonesia untuk mengembangkan dan memanfaatkan teknologi komunikasi informasi sebenarnya tidak kalah hebat dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara maju sekalipun.

Di berbagai pelosok Indonesia, banyak sekali kemampuan yang terus dikembangkan tanpa banyak promosi, menghadirkan berbagai solusi untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh berbagai perusahaan ataupun lembaga pemerintahan.

Persoalannya, sering kali kemampuan anak bangsa ini tidak pernah memperoleh tempat yang memadai dan diakui oleh anak bangsa lain yang kebetulan menjadi pengambil keputusan di tingkat perusahaan ataupun pemerintahan.

Atau, karena keteguhan hati untuk berbisnis secara lurus dan legal, sering kali mereka tersingkir dalam tender karena kalah dalam "uang jago" dan berbagai faktor penyimpangan kronis lain dalam cara berbisnis yang sarat dengan korupsi dan kolusi yang berkepanjangan.

Bahkan, untuk menjadi berbeda di tengah globalisasi dan dinamika kemajuan teknologi komunikasi informasi, di Indonesia dianggap sebagai sebuah keanehan. Kebanyakan orang condong untuk bersikap konservatif dan dalam konteks pengembangan perangkat lunak, condong untuk mengikuti arus yang dianggap sebagai kebutuhan umum dengan mengembangkan berbagai aplikasi sejenis enterprise resource planning (ERP), customer relationship management (CRM), dan lainnya.

Artinya, sedikit sekali rumah perangkat lunak (software house atau sering juga disebut sebagai independent software vendor) yang berani menyimpang untuk menghasilkan produk perangkat lunak yang tidak umum dan lazim, dan tidak melulu hanya mengembangkannya mengikuti arus bisnis yang berlaku di lingkungan sekitarnya.

Penyimpangan sendiri sering kali memang menjadi tantangan yang menarik. Di sisi lain, penyimpangan dari apa yang berlaku pun mampu menghasilkan produk-produk yang istimewa, memberikan solusi komprehensif bagi penggunanya, serta menjadi produk istimewa hasil karya anak bangsa yang membanggakan.

Teknologi keputusan

Menjadi berbeda merupakan tantangan tersendiri bagi Infoglobal Group yang dimulai sebagai software house di Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Sebagai kelompok, perusahaan perangkat lunak yang asli Indonesia dikembangkan oleh anak bangsa ini memiliki tiga perusahaan, masing-masing PT Infoglobal AutOptima (IAO), PT Infoglobal Teknologi Semesta, dan PT Global Performa Maksima.

Kelompok pengembang perangkat lunak ini dimulai dengan didirikannya IOA pada tahun 1990 oleh sekelompok alumni dan pengajar Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) yang berpusat di Surabaya.

Perusahaan yang didirikan ini dikembangkan untuk menjadi pengembang perangkat lunak sebagai solusi teknologi informasi serta mengarah agar produknya menjadi bagian dari apa yang disebut sebagai decision technology.

Bahtiar H Suhesta, Corporate Secretary Infoglobal Group, kepada Kompas di Surabaya menjelaskan bahwa tiga kata singkatan perusahaan, IAO, yang terdiri dari informasi, otomatisasi (automation), dan optimisasi menjadi roh mengembangkan produk perangkat lunak yang dipercaya akan mengarah pada era di mana pengambilan keputusan akan dilakukan dengan menggunakan teknologi.

Selama ini IAO berhasil mengembangkan berbagai aplikasi perangkat lunak untuk berbagai kebutuhan di sektor energi, pertambangan, dan militer.

Setidaknya, ada empat aplikasi yang dibuat dan dikembangkan menjadi sebuah sistem yang andal, masing-masing terdiri dari SIL2004 sebagai sistem informasi pelanggan untuk keperluan PT PLN, sistem berbasis web untuk meningkatkan produktivitas perusahaan minyak dan gas di bawah PT Global Performa Maksima, SOYUS sebagai sistem simulasi pertempuran udara, serta TDAS sebagai sistem transmisi situasi data udara.

Olah "yudha"

Pengembangan perangkat lunak SOYUS (awalnya merupakan singkatan Sistem Olah Yudha untuk Seskoau) dan TDAS (Transmission Data Air Situation) adalah produk paling canggih dan bernuansa teknologi tinggi (hi-tech) yang dibangun menggunakan teknologi kelas perusahaan berbasis teknologi .Net buatan Microsoft serta memanfaatkan sistem DirectX secara ekstensif untuk keperluan simulasi grafik berbasis tiga dimensi.

Pada sistem solusi decision technology TDAS yang sudah digunakan oleh Komando Pertahanan Udara, IAO mampu untuk menggabungkan infrastruktur sistem radar militer dan sipil yang tersebar di seluruh Indonesia, serta menghasilkannya menjadi tampilan wilayah udara Indonesia secara terintegrasi.

Artinya, sistem aplikasi berbasis decision technology ini mampu memberikan situasi sebenarnya wilayah udara nasional Indonesia dan mendeteksi terjadinya penyusupan udara oleh pesawat-pesawat asing. Bahkan, sistem ini pun mampu menyimulasi jalur pacu sebuah pesawat terbang yang berada di wilayah Indonesia sehingga pada situasi khusus, seperti kecelakaan dan sejenisnya, mampu ditampilkan ulang untuk kepentingan evaluasi dan simulasi.

Aplikasi canggih lainnya buatan IAO adalah SOYUS yang dirancang untuk keperluan Sekolah Staf dan Komando TNI AU (Seskoau) sebagai sebuah sistem war gaming yang terintegrasi dan waktu sesungguhnya (real time), memungkinkan para perwira TNI AU melakukan perencanaan dan komando pada tingkat strategis, taktis, dan operasional.

Aplikasi SOYUS memiliki sistem manajemen data perlengkapan angkatan udara, kemampuan supervisi, kemampuan perencanaan operasi, serta bersifat dinamis melakukan berbagai kalkulasi rumit sebuah serangan udara.

Dikembangkan selama dua tahun dan menghabiskan biaya sekitar Rp 1 miliar, SOYUS adalah sistem tercanggih yang bisa jadi menjadi sebuah permainan simulasi online game yang setara dengan Counter Strike ataupun Ragnarok.

Aplikasi SOYUS ini juga bisa melibatkan berbagai kekuatan militer (laut, udara, dan darat) ke dalam sistem olah yudha ini, dan selama ini hanya dikembangkan oleh lima programmer. Kedua sistem ini, TDAS dan SOYUS, membuktikan bahwa anak bangsa Indonesia juga bisa mengembangkan sistem aplikasi dengan kualitas dunia yang perlu didukung sepenuhnya oleh siapa saja.(KOMPAS)

Sumber : TabloidPcplus

05 Desember 2007

Perangkat Cerdas Pengenal Wajah Buronan

Oleh Indira Permanasari

Terorisme masih menjadi isu yang mencekam. Setelah terjadi peristiwa peledakan atau lainnya, polisi dapat dipastikan sibuk menetapkan daftar tersangka dan adakalanya mulai menyebarkan foto wajah, mencari orang yang diduga sebagai pelaku.

Dalam mengidentifikasi wajah pelaku atau buronan, salah satu caranya adalah dengan mencocokkan wajah tersangka dengan arsip foto. Persoalan menjadi rumit jika arsip foto sangat besar dan proses pencarian dilakukan secara manual. Cara ini butuh waktu cukup lama.

Melihat persoalan itu, Rahmat Widyanto, Ketua Program Pascasarjana Ilmu Komputer Universitas Indonesia sekaligus Manajer Riset di Fakultas Ilmu Komputer, kini mengembangkan Sistem Temu Kembali Citra Wajah. Perangkat lunak itu dipamerkan dalam Gelar Ilmu dan Inovasi Universitas Indonesia 2007. Perangkat itu dikembangkan dengan memerhatikan kekhasan fitur wajah orang Indonesia.

Menurut Rahmat, sistem itu dikembangkan dengan menggunakan metode eigenface dan jarak euclidean. Metode eigenface digunakan untuk melakukan ekstraksi ciri wajah yang penting. Eigenface berbasis pada principal component analysis (PCA), pendekatan yang terbilang paling sukses untuk mengekstraksi informasi wajah.

Metode ini menggunakan proyeksi ruang citra wajah dengan dimensi tinggi ke ruang ciri dengan dimensi lebih rendah. Jarak euclidean digunakan untuk mengukur nilai kemiripan antara dua citra wajah. Semakin kecil jarak antara dua citra wajah, semakin tinggi nilai kemiripannya. Gambar wajah dalam basis data diekstraksi lalu disimpan.

"Ketika pengguna memasukkan gambar wajah yang ingin diidentifikasi, sistem akan mencari kesamaan antara input data dengan gambar wajah yang ada di basis data," ujar Rahmat yang mendapatkan gelar master dan doktor dari Tokyo Institute of Technology di bidang computional intelegent itu.

Sistem tersebut mampu menemukan citra wajah yang relevan terhadap citra masukan dengan tingkat ketepatan rata-rata 87 persen terhadap basis data citra wajah yang digunakan. Proses ekstraksi ciri wajah terbilang sederhana, cepat, dan efisien.

Rahmat mengatakan, perangkat lunak itu dapat dihubungkan dengan kamera yang kemudian secara otomatis berdasarkan gambar yang dihasilkan, sistem akan mencari apakah wajah itu ada di dalam daftar cekal atau buron.

Perangkat itu akan sangat bermanfaat bagi dunia kepolisian. Alat pengenal wajah ini strategis ditempatkan di bandara-bandara, khusus penerbangan ke luar negeri, yang biasanya melalui meja pengecekan dokumen. Alat itu juga akan amat bermanfaat jika digunakan di markas polisi untuk mengenali wajah-wajah pelaku kejahatan.

Di Universitas Indonesia sendiri, Rahmat sedang berdiskusi dengan pihak panitia seleksi penerimaan mahasiswa baru untuk menggunakan alat itu. Penggunaan alat itu terutama untuk menghindari praktik joki. "Pernah ada kasus dalam formulir pendaftaran foto wajahnya perempuan, tetapi saat penerimaan yang datang ternyata laki-laki. Dengan alat itu, dapat dicocokkan kesamaan wajah," ujarnya.

Pada tahap laboratorium dan prototipe, perangkat lunak itu dapat digunakan. "Untuk basis data, kami mengambil contoh wajah dari 500 mahasiswa Universitas Indonesia dan gambar-gambar lain dari internet. Sekarang tinggal bersinergi dengan pihak yang membutuhkannya," ujarnya.

Tanpa bantuan ilustrator

Dalam pengembangannya, laboratorium yang dipimpin Rahmat juga mengembangkan Perangkat Lunak Cerdas untuk Identifikasi Wajah Buron dengan fuzzy similarity measure. Program itu merupakan bagian dari Riset Unggulan Universitas Indonesia, Program Unggulan dan masih dalam pengerjaan.

Identifikasi wajah di kepolisian biasanya dengan pembuatan sketsa wajah oleh ilustrator berdasarkan keterangan saksi. Sketsa itu lalu dicocokkan dengan basis data foto wajah di kepolisian. Kedua tahap ini memiliki masalah besar.

Pada tahap pertama, akurasi sketsa wajah sangat bergantung pada kemampuan interpretasi ilustrator dan kemampuan verbal saksi dalam mengungkapkan ciri-ciri wajah. Pada tahap kedua, petugas pencari foto pada basis data dapat mengalami kejenuhan karena harus membandingkan sketsa wajah dengan semua foto yang ada.

Perangkat lunak yang dikembangkan Rahmat menggunakan antarmuka user friendly yang dapat digunakan untuk memvisualisasi sketsa wajah buronan tanpa bantuan ilustrator. Pengguna dan saksi dapat langsung membuat sketsa wajah tanpa bantuan ilustrator. Mereka cukup memasukkan ciri-ciri verbal dari wajah yang akan diidentifikasi dengan cara memilih properti dari setiap ciri wajah yang akan digunakan sebagai komponen pencari. Untuk lebih mengarahkan pengguna dalam memilih ciri, untuk setiap pilihan properti akan diberi suatu ilustrasi berupa sketsa dari ciri wajah yang dipilih. Permasalahan yang ditimbulkan oleh keterbatasan kemampuan saksi dalam mendeskripsikan ciri-ciri wajah secara verbal pun teratasi.

Hal terpenting yang harus diperhatikan, kata Rahmat, ialah jumlah fitur setiap penciri wajah tidak boleh diisi sembarangan. Semakin banyak pilihan akan semakin membingungkan saksi. Fitur-fitur yang diletakkan pada bagian antarmuka pengguna harus yang benar-benar bisa merepresentasikan generalisasi dari setiap bentuk umum dari ciri yang dimiliki penciri wajah.

Sketsa wajah ini kemudian digunakan untuk mencari foto wajah buronan pada basis data menggunakan teknik kecerdasan buatan yaitu fuzzy similarity measure. Teknik ini memungkinkan pencarian data dengan tingkat kompleksitas tinggi sehingga hasil pencarian lebih akurat. Keluaran dari perangkat lunak ini adalah daftar foto wajah buronan yang diurut berdasarkan tingkat kemiripannya. Proses pencarian akan dilakukan secara bertahap untuk setiap ciri wajah yang telah ditentukan.

Sejauh ini, di seluruh dunia telah dikembangkan beberapa perangkat lunak untuk identifikasi wajah, seperti FACES, Faces-Composite Picture Programe, FACETTE, dan Comphotofit. Perangkat itu merekonstruksi beberapa bagian yang signifikan seperti rambut, dahi, alis, mata, pipi, hidung, mulut, dan rahang. Penggunanya antara lain Badan Pusat Intelijen AS (CIA) dan Biro Investigasi Federal AS (FBI).

Hanya saja, perangkat lunak tersebut tidak mempunyai fitur wajah dengan kekhasan ciri wajah orang Indonesia. Kelemahan lainnya adalah tidak mempunyai fasilitas pencarian berdasarkan sketsa wajah pada basis data foto wajah.

Terkait penelitian itu, Rahmat dan timnya telah berkunjung ke kepolisian. Untuk keperluan identifikasi wajah, Badan Reserse Kriminal Polri Bagian Pusat Identifikasi menerbitkan buku Petunjuk Teknis Nomor Pol: Juknis/01/VIII/2006 tentang Sketsa Raut Wajah. Ciri-ciri wajah yang dimuat di dalam buku tersebut akan digunakan tim itu sebagai acuan pencocokan ciri wajah pada perangkat lunak yang dikembangkan.

Rahmat mengatakan, penelitian tersebut diperkirakan akan rampung tahun depan. Dia berharap penelitian-penelitian itu bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi pihak-pihak terkait, seperti kepolisian agar kelak para buronan yang meresahkan masyarakat semakin mudah terdeteksi.(KOMPAS)

Sumber : Tabloid PCPlus